NEWPOST - Menjadi Jurnalis, tidak hanya memberikan sebuah informasi kebenaran saja. Melainkan, seorang jurnalis harus bisa menjadi pembawa kebaikan untuk seluruh manusia.
Seperti apa yang dikatakan oleh Parni Hadi dalam seminarnya dibeberapa minggu lalu, mengenai Strategi Pengembangan Media Massa Islam di Indonesia, di acara Stadium General Fakultas Dakwah dan Komunikasi,UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Seorang Jurnalis atau wartawan tidak hanya menjadi seorang “Pelapor”, namun harus juga menjadi seorang “Pelopor” terhadap hal apapun.
Tentunya menjadi seorang pelopor yang baik, yang mengajak kepada kebaikan. Sesungguhnya wartawan adalah profesi yang sangat mulia, karena mewarisi tugas kenabian.
Karena hal tersebut ada dalam Alquran surat Al-Kahfi (18:56), yang artinya “Dan Kami tidak mengutus para rasul, kecuali untuk menyampaikan kabar gembira dan memberi peringatan”.
Bunyi surat tersebut sama dengan fungsi pers yang berlaku diseluruh dunia, yakni isinya memberi informasi, mendidik, menghibur dan menjadi alat kontrol sosial masyarakat.
Lalu, wartawan senior dan pendiri Dompet Dhuafa ini pun membuat atau menulis sebuah buku yang berjudul “Jurnalisme Profetik”, atau bisa disebut pengemban tugas kenabian, yang terbit pada tahun 2014.
Dengan jurnalisme profetik ini, jurnalisme mengacu kepada mengamalkan empat akhlak mulia yaitu : Siddiq, Amanah, Tabligh, dan Fathonah.
Ke empat hal ini ada dan erat kaitanya dengan dunia jurnalistik. Yakni Siddiq adalah mengungkapkan sesuatu yang benar-benar terjadi atau kebenaran, Tabligh yaitu menyampaikan kepada orang lain dengan cara mendidik, Amanah berarti dapat dipercaya, dan Fathonah adalah kebijaksanaan.
Misi dari Jurnalisme Kenabian ini adalah mengajak orang melakukan suatu kebaikan dan menjauhi kejahatan, dalam islam kita akan mengenal “Amar Makhruf, Nahi Munkar”.
Karena sumber dari acuan utama jurnalisme ini adalah Alquran dan Akhlak Rasulullah, dalam prakteknya wartawan profetik melibatkan spiritualitas, di samping akal dan upaya-upaya lahiriah.
Jaman sekarang, media massa tidak hanya cetak, radio, dan televisi atau ketiganya disebut Media Konvensional.
Adapun kini New Media yang berupa media Online atau media sosial, dan kini sebuah media massa harus bisa mengejar perkembangan teknologi juga. Agar tidak menjadi media yang ketinggalan jaman.
Maka sebuah media harus bisa memiliki keduanya yaitu media konvensional dan new media, atau bisa disebut dengan Multiplatform.
Parni Hadi pun menjelaskan, Seorang jurnalis atau wartawan harus mempunyai rasa “memberdayakan” orang lain, atau membuat orang lain sejahtera, tidak hanya untuk kepentingan pribadi saja. Karena misi dalam jurnalisme ini adalah Humanization, Liberation, dan Transendence.
Karena para nabi dan rasul mengajarkan hal yang baik, maka jurnalisme ini mengajarkan sebuah cinta kasih kepada sesama manusia.Maka jurnalisme profetik ini bisa disebut juga dengan jurnalisme cinta, yang lebih kepada kritis, tegas, dan berupaya untuk memberantas kejahatan, bahkan kejahatan yang tersembunyi.
Maka, dengan adanya jurnalisme profetik ini, seorang jurnalis dituntut untuk bisa lebih berani melakukan investigative reporting, atau mengungkapkan kejahatan yang tersembunyi atau sengaja disembunyikan.
Adapun strategi yang harus dimiliki untuk mengembangkan media massa islam. Yaitu adanya visi misi media tersebut, lalu mengetahui audiens yang kita tuju untuk media kita, perlu mengetahui audiens lebih sering menggunakan apa dalam mengakses informasi.
Selain itu, kita perlu mengetahui waktu aksesnya, harus mengetahui durasi berapa lama audiens menggunakan media tersebut oleh seseorang.
Adanya SDM ( Sumber daya Manusia), modal yang cukup dan teknologi yang memadai, menjadi point penting juga, agar media kita bisa bersaing dengan media yang lebih maju lagi dan tidak menjadi media massa yang ketinggalan jaman.
0 comments:
Post a Comment